Posts Tagged ‘jejak tanah jawa’

BDG 2 JOHODSC_0001Hari Sabtu 14 September dini hari jam 3.40 a dibangunkan LOC ISYA utk bersiap berangkat ke Bandara Husein Sastranegara Bandung. Itu adalah saatnya aq meninggalkan gedung Assessment LAN di Sumedang yang selama hampir 3 minggu aq diami.

Jam 4.12 kami menembus kegelapan sumedang menuju Bandung. Aktifitas warga Bandung sudah menggeliat, meskipun belum macet. Ya, 2 jam berikutnya jalanan kota Bandung tidak akan selengang ini, pikirq saat itu.
Sampai di Bandara, serahkan tas bawaan di bagian check in maskapai Lion, terus kusempatkan sholat Subuh di mushola waiting room. Tak berapa lama penumpang jurusan Surabaya di panggil. Lets go to Surabaya. Dalam batinq, sampai Surabaya jam 7.25 (sesuai e-tiket Lion), meluncur lancar ke Nganjuk mungkin sekitar 3 jam, trus samapilah di kampung kelahiranq, Jatigreges.

Tapi perjalanan selepas Bis DAMRI Bandara Juanda, tidaklah lancar. Terminal Purabaya yang sedang dalam renovasi, menyebarkan debu ke semua arah, dan Aq harus tertahan disitu, di dalam Bis PATAS jurusan Jombang-Madiun-Ponorogo,kurang lebih 1,5 jam karena menunggu penumpang cukup penuh terangkut. Sambil duduk aq amati aktivitas terminal. Semua orang lalu lalang tergesa-gesa menuju bis-bis sesuai arah tujuan, dibawah panas yang menyengat dan debu beterbangan tertiup angin dan langkah-langkah kaki.

Fasilitas Jalanan lintas tanah Jawa, memang tidak pernah beres tuntas, macet ada dimana-mana. Baik karena begitu banyaknya kendaraan berbagai jenis memenuhi jalanan, seperti mobil, truk, bis, sepeda motor, ataupun karena prasarana jalan yang tidak memadai, rusak, atau ada proyek seperti jalan tol Surabaya-Solo yang mengganggu kelancaran lalu lintas. Tapi harapan selalu ada, dan Tol Surabaya-Solo sebagai bagian Jalan Lintas Jawa, menjadi harapan yang ditunggu panuh sabar.

Boarding Pass. BDG 2 SBY

Boarding Pass. BDG 2 SBY

Tiket Bus SBY - NGK

Tiket Bus SBY – NGK

Tiket Bus NGK - JOHO

Tiket Bus NGK – JOHO


Di Daerah Mojokerto, macet karena pembangunan jalan benar-benar terasa. Dilanjut di Jombang, yang jalurnya dialihkan karena ada keramaian, semacam karnaval. Dan selebihnya lancar dan tidak macet. Dan harga tiket angkutan saat ini sudah jauh beda dengan jaman dulu. Sekarang Juanda Purabaya 20.000,-, Surabaya – Nganjuk PATAS AC 40.000,- dan Nganjuk – Joho 5000,-. Dulu saat aq SMA, Nganjuk – Joho hanya sekedar 100,-, maklum pelajar, kalau umum 300,-.

Kalau saya masih ingat tahun 1994-an, dengan berbekal 20.000,- saja sudah cukup untuk perjalanan Denpasar – Nganjuk. Kalau tidak salah, Bis Denpasar – Gilimanuk hanya 5.000,-, dilanjut menyeberang dengan Ferry, trus Ketapang – Surabaya hanya 8.000,-, Surabaya – Nganjuk juga masih murah sekali, 3000,-. Makanya , banyak orang Jawa yang merasa, bahwa jamannya pak Harto masih jadi penguasa itu masih lebih enak dibandingkan jaman sekarang. Hehehe sepertinya memang benar adanya…

Nganjuk – Kediri

Menelusuri kota Kediri, Kota Nganjuk, memberikan nuansa yang tidak banyak berubah. Tidak ada gedung 10 lantai ke atas atau maraknya apartemen seperti fenomena di kota-kota besar. Pemandangan sawah menghjau masih banyak ditemui. Warung-warung lesehan dan tenda masih bertebaran di pinggir-pinggir jalan. Ciri khas kota agraris, dan jangan membayangkan harga mahal seperti di kota Besar.

Tadi malam saya sempatkan makan Nasi Pecel Tumpang di Dekat SMA 2 Nganjuk, tempat aq sekolah dimasa itu. 1 porsi penuh, ditambah teh hangat 1 gelas besar, plus aq ambil 2 potong gorengan tempe gembus. Total semuanya hanya 6.500,-. Waduh masih murah amat. Di mana aq bisa dapati paket seperti itu di Kota Kupang, NTT, atau dikota lain seperti Surabaya, Bandung? Sepertinya tidak ada lagi. Di kupang satu porsi nasi campur saja, sudah 8.000,- belum teh dan lain-lain. Jadi minimal 10.000,- untuk yang sangat sederhana.

Oya, cukur rambut dengan kualitas yang sama, di Nganjuk masih 6.000,-. Di Kupang? Minimal 12.000,-, dan rata-rata 15.000,- untuk orang dewasa. Kacek akeh tenan. Makanya sejauh-jauhnya wong Jowo merantau, ya selalu terselip dalam benak, pada saatnya nanti ada momen untuk menghabiskan sisa umur di kampung, di tanah Jawa. Apalagi sanak saudara ada di Jawa semua :), hehe. Seperti aq dan keluarga di Kupang ada keinginan untuk tinggal di kampung daerah Malang, lumayan sudah dekat. Ada teman dosen di Malang, setelah pensiun ingin tinggal di kampung di Nganjuk. Ya itu lebih dekat lagi. Memang itulah yang terbaik, menurut masing-masing.

Di kampung, semuanya tanpa ambisi, hanya ketenangan dan kedamaian… Dan itulah keadaan yang paling ideal untuk mengisi sisa umur. Itu menurutq !.. Tentu tidak semua impian bisa seperti itu dan pendapat anda tidak akan sama denganq !